Inflasi PCE April Jadi Sorotan: Pengaruhnya terhadap Pergerakan Rupiah

Inflasi PCE April Jadi Sorotan: Pengaruhnya terhadap Pergerakan Rupiah

worldsiber.com – Rupiah terus mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena data ekonomi AS yang masih menunjukkan kekuatan. Berdasarkan data dari Refinitiv, pada akhir pekan ini, Jumat (31/5/2024), rupiah ditutup di posisi Rp16.245/US$, menguat tipis sebesar 0,06% dalam sehari. Penguatan ini mengakhiri tren pelemahan selama delapan hari berturut-turut. Namun, penguatan kecil ini belum cukup untuk mengimbangi koreksi mingguan sebesar 1,59%. Selama dua minggu berturut-turut, rupiah terus melemah, mendekati level tertinggi pada akhir April 2024.

Investor masih akan fokus pada data inflasi PCE untuk April, yang akan menjadi faktor penting dalam pergerakan rupiah pada hari ini, Senin (3/6/2024). Data inflasi PCE untuk April 2024 menunjukkan angka 2,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), sama seperti bulan sebelumnya dan sesuai dengan ekspektasi pasar. Inflasi inti PCE juga tetap stabil di 2,8% yoy, sesuai dengan harapan pasar.

Selain data inflasi yang sesuai ekspektasi, data ekonomi AS lainnya juga menunjukkan kekuatan. Keyakinan konsumen meningkat setelah tiga bulan berturut-turut mengalami penurunan, dan kondisi manufaktur AS juga menunjukkan peningkatan menuju level ekspansif. Hal ini tercermin dari PMI Manufaktur AS Global S&P yang naik menjadi 50,9 pada Mei 2024, meningkat dari 50 pada bulan April.

Kekuatan data ekonomi AS ini mempengaruhi ekspektasi pasar mengenai kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve. Harapan penurunan suku bunga hingga dua kali dalam setahun kini pupus. Mengutip perangkat FedWatch, kemungkinan penurunan suku bunga The Fed hanya terjadi sekali, yakni pada pertemuan 18 September 2024. Diperkirakan suku bunga akan turun 25 basis poin menjadi 5,00 – 5,25%.

Dari dalam negeri, akan ada rilis data inflasi untuk Mei yang diproyeksikan melandai sejalan dengan melemahnya permintaan dan turunnya harga sejumlah barang pokok pasca Lebaran Idul Fitri. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan inflasi Mei 2024 akan mencapai 0,06% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahunan diperkirakan akan melandai menjadi 2,94% (year-on-year/yoy) pada Mei 2024, sementara inflasi inti diproyeksi berada di angka 1,85% yoy. Sebagai perbandingan, inflasi April tercatat sebesar 3,0 % (yoy) dan 0,25% (mtm).

Secara teknikal, dalam basis waktu per jam, tren pergerakan rupiah masih menunjukkan pelemahan, mengikuti garis MA20. Jika tren ini berlanjut, rupiah rawan bergerak menuju resistance terdekat di Rp16.280/US$, yang diambil dari high candle intraday pada 30 April 2024. Jika posisi tersebut ditembus, rupiah berpotensi melemah lebih lanjut ke atas level psikologis Rp16.300/US$.

Di sisi lain, support berada di posisi Rp16.200/US$, yang bertepatan dengan garis rata-rata selama 50 jam atau MA20. Jika support ini bertahan, ada kemungkinan rupiah dapat sedikit stabil meskipun tekanan dari dolar AS masih kuat.

Secara keseluruhan, pergerakan rupiah masih sangat dipengaruhi oleh data ekonomi dan kebijakan moneter di AS. Meski ada sedikit penguatan, rupiah masih belum mampu keluar dari tekanan yang telah berlangsung selama beberapa minggu. Data inflasi AS yang stabil dan kuatnya data ekonomi lainnya membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed semakin kecil, sehingga memberikan tekanan tambahan pada rupiah.

Sementara itu, dari dalam negeri, penurunan inflasi pasca Lebaran diharapkan dapat memberikan sedikit bantuan untuk stabilitas rupiah. Namun, tantangan tetap ada, terutama jika tekanan dari luar negeri terus berlanjut.

Dalam kondisi seperti ini, penting bagi pelaku pasar dan pemerintah untuk terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik, serta mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah-langkah ini termasuk kebijakan moneter yang hati-hati, serta upaya untuk menjaga inflasi tetap terkendali dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan pemahaman yang baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, masyarakat dan pelaku pasar dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dalam menghadapi volatilitas yang ada. Stabilitas ekonomi dan keuangan tetap menjadi prioritas utama dalam menghadapi dinamika global yang terus berubah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *