worldsiber.com – Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, menegaskan bahwa perbedaan waktu perayaan Hari Raya Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi bukanlah suatu masalah. Indonesia menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama dari Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) untuk menentukan awal bulan hijriah. “Itu bagian dari sebuah proses, tidak menjadi masalah dan kita tetap pada kriteria MABIMS yang sudah disepakati. Tidak ada yang menjadi masalah utama, insya Allah,” ujar Saiful di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Arab Saudi telah menetapkan Hari Raya Idul Adha pada 16 Juni 2024, sementara Indonesia melalui sidang isbat menetapkan pada 17 Juni 2024. Saiful menjelaskan bahwa perbedaan penetapan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi disebabkan oleh perbedaan letak geografis kedua negara. “Salah satunya adalah kondisi alam yang berbeda. Wilayah kita memiliki perbedaan letak, elongasi, dan lain-lain,” jelasnya.
Otoritas Arab Saudi telah melakukan pemantauan hilal bulan Dzulhijjah 1445 H di beberapa daerah. Hilal terlihat pada Kamis (6/6/2024) sore waktu setempat, sehingga Arab Saudi menetapkan 1 Dzulhijjah 1445 H jatuh pada Jumat (7/6/2024). Dengan demikian, Hari Arafah (9 Dzulhijjah 1445 H) jatuh pada Sabtu (15/6/2024) dan Hari Raya Idul Adha pada Minggu (16/6/2024).
Di sisi lain, pemerintah Indonesia menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada 17 Juni 2024. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil pemantauan hilal di 114 titik di seluruh wilayah Indonesia dan rapat sidang isbat yang tertutup untuk umum. Berdasarkan kriteria MABIMS, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
“Kita telah sepakat bahwa 1 Zulhijjah 1445 H jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024, dan insya Allah Hari Raya Idul Adha akan jatuh pada 17 Juni 2024,” kata Saiful. Keputusan ini sejalan dengan yang ditetapkan oleh Muhammadiyah, yang juga menetapkan 1 Zulhijjah 1445 H jatuh pada 8 Juni 2024, sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada 17 Juni 2024.
Perbedaan penetapan waktu Hari Raya Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi bukanlah hal baru. Ini terjadi hampir setiap tahun dan dipengaruhi oleh perbedaan metode dan lokasi pengamatan hilal. Di Arab Saudi, penetapan dilakukan dengan pemantauan hilal di beberapa titik tertentu, sementara di Indonesia, pemantauan dilakukan di banyak titik dengan kriteria MABIMS.
Saiful menekankan bahwa perbedaan ini harus disikapi dengan bijak dan tidak perlu menjadi sumber perpecahan. “Perbedaan penetapan waktu ini adalah hal yang wajar dan bagian dari keragaman yang ada dalam Islam. Kita harus bisa menghormati dan memahami perbedaan ini,” katanya.
Ia juga mengajak umat Islam di Indonesia untuk tetap menjalankan ibadah dengan khusyuk dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. “Mari kita jaga kebersamaan dan persatuan dalam menjalankan ibadah Idul Adha, meskipun ada perbedaan dalam penetapan waktunya,” imbuh Saiful.
Dalam pelaksanaan sidang isbat, pemerintah Indonesia melibatkan berbagai pihak, termasuk para ahli astronomi, ormas Islam, dan instansi terkait. Sidang isbat dilakukan dengan cara yang transparan dan ilmiah, sehingga keputusan yang diambil bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan syar’i.
Saiful juga menambahkan bahwa pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan metode pemantauan hilal dengan menggunakan teknologi terbaru. “Kita terus melakukan peningkatan dalam metode pengamatan hilal, termasuk menggunakan alat-alat yang lebih canggih agar hasilnya lebih akurat,” ujarnya.
Selain itu, ia menyebutkan bahwa pemerintah selalu berkoordinasi dengan negara-negara anggota MABIMS untuk menyamakan kriteria dan metode penetapan awal bulan hijriah. “Kerjasama antarnegara ini sangat penting untuk memastikan bahwa penetapan awal bulan hijriah bisa dilakukan dengan lebih harmonis,” kata Saiful.
Di sisi lain, Otoritas Arab Saudi menetapkan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan pengamatan hilal yang dilakukan oleh otoritas resmi di beberapa lokasi. Metode ini juga memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam dan telah menjadi acuan bagi banyak negara di dunia.
Meskipun terdapat perbedaan dalam penetapan awal bulan Dzulhijjah, baik Indonesia maupun Arab Saudi sama-sama berkomitmen untuk melaksanakan ibadah Idul Adha dengan penuh khidmat dan sesuai dengan tuntunan syariat. Perbedaan ini, menurut Saiful, adalah bagian dari dinamika umat Islam yang harus disikapi dengan bijak.
Kesimpulannya, perbedaan waktu perayaan Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi bukanlah suatu masalah besar. Keduanya memiliki metode dan kriteria yang berbeda dalam penetapan awal bulan hijriah, namun sama-sama bertujuan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan agama. Umat Islam di Indonesia diharapkan tetap menjaga persatuan dan kekhusyukan dalam menjalankan ibadah Idul Adha, serta menghormati perbedaan yang ada sebagai bagian dari keragaman dalam Islam.(KGAI-G)