Kejaksaan Tinggi Bengkulu Terapkan Keadilan Restoratif: Upaya Penyelesaian Perkara yang Lebih Berimbang

Worldsiber.com – 22 Agustus 2024. Kejaksaan Tinggi Bengkulu, melalui Asisten Tindak Pidana Umum Herwin Ardiono, SH, MH, bersama tim Koordinator dan Staf, mengadakan ekspose virtual pada 21 Agustus 2024 terkait penyelesaian perkara pidana menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Ekspose ini dilakukan di hadapan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) dan jajarannya, sebagai bagian dari upaya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keadilan restoratif dalam proses hukum di Bengkulu.

Keadilan restoratif adalah pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara yang berfokus pada pemulihan hubungan antara korban dan pelaku, serta mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Dengan pendekatan ini, Kejaksaan Tinggi Bengkulu bertujuan memberikan kesempatan kedua kepada para pelaku tindak pidana yang telah menunjukkan itikad baik dan berupaya memperbaiki kesalahan mereka.

1. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Seluma

Salah satu kasus yang diajukan untuk penyelesaian melalui keadilan restoratif adalah kasus yang melibatkan Bayu Aji Saputra Bin Masril Azhari, dengan tuduhan pelanggaran Primair Pasal 44 Ayat (1) dan Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004. Pertimbangan dalam penyelesaian kasus ini meliputi beberapa faktor, antara lain:

  • Tersangka merupakan pelaku pertama kali dalam tindak pidana.
  • Ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara.
  • Tersangka telah meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
  • Korban telah memaafkan tersangka secara sukarela tanpa adanya paksaan.
  • Tersangka dan korban telah berdamai, dan proses perdamaian dilakukan melalui musyawarah dengan mufakat.
  • Masyarakat memberikan respon positif terhadap penyelesaian kasus ini.

Dalam kasus ini, tersangka dan korban yang merupakan pasangan suami istri, berhasil mencapai kesepakatan damai, yang menegaskan pentingnya pendekatan restoratif dalam memperbaiki hubungan sosial yang sempat terganggu akibat tindak pidana.

2. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong

Kasus lain yang diselesaikan melalui keadilan restoratif melibatkan Sumarni Alias Sum Binti (Alm) Ali Ace, yang dituduh melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Alasan di balik penyelesaian restoratif untuk kasus ini antara lain:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
  • Perdamaian antara tersangka dan korban telah dilakukan secara sukarela.
  • Tersangka telah memberikan kompensasi berupa biaya perawatan kepada korban.
  • Masyarakat dan tokoh setempat merespon positif terhadap penyelesaian ini.

Pendekatan ini diharapkan mampu memberikan keadilan yang lebih berimbang, di mana pelaku mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tanpa harus menjalani hukuman penjara yang panjang, sementara korban mendapatkan kompensasi dan rasa keadilan melalui proses perdamaian.

3. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong

Paryono Alias Par Bin Alm. Rejo Menawi juga menjadi salah satu tersangka yang perkaranya diselesaikan melalui keadilan restoratif. Ia dituduh melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kasus ini diproses secara restoratif dengan alasan:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Tindak pidana dilakukan karena kelalaian, bukan kesengajaan.
  • Ancaman hukuman dapat berupa denda atau pidana ringan di bawah 5 tahun.
  • Perdamaian telah dicapai antara keluarga korban dan tersangka.
  • Masyarakat memberikan respon positif terhadap proses ini.

Kasus ini menyoroti bagaimana keadilan restoratif dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang melibatkan kelalaian, di mana dampak negatif dari tindakan tersebut dapat diminimalkan melalui kesepakatan damai.

4. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong

Fabiano Syehyoza Anggara Alias Yoza Bin Darmawan adalah tersangka lain yang kasusnya diselesaikan dengan keadilan restoratif. Ia dituduh melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, dan alasan penyelesaian restoratif dalam kasus ini meliputi:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda.
  • Perdamaian telah dicapai antara tersangka dan korban melalui musyawarah.
  • Aparat dan masyarakat setempat memberikan respon positif terhadap proses ini.

Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan musyawarah dalam menyelesaikan konflik dan menjaga harmoni sosial.

5. Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Kepahiang

Kasus terakhir yang diekspose untuk penyelesaian restoratif melibatkan Kurniawan Ahli Usman Bin Rigus, yang dituduh melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Pertimbangan untuk penyelesaian kasus ini meliputi:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara.
  • Tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
  • Korban memaafkan tersangka secara sukarela.
  • Perdamaian telah dicapai antara tersangka dan korban.
  • Masyarakat memberikan respon positif terhadap penyelesaian ini.

Penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif ini adalah komitmen Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk memberikan solusi hukum yang lebih adil dan berimbang, serta mengurangi beban sistem peradilan pidana di Indonesia.

Melalui penerapan keadilan restoratif, Kejaksaan Tinggi Bengkulu tidak hanya memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri, tetapi juga memperkuat hubungan sosial yang mungkin rusak akibat tindakan kriminal. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi penanganan kasus serupa di masa mendatang, serta membantu mengurangi tingkat residivisme dan over kapasitas di lembaga pemasyarakatan. Keberhasilan pendekatan ini juga bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dan semua pihak terkait, untuk menciptakan keadilan yang lebih berimbang dan manusiawi. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *