WorldSiber.com – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Jateng-DIY) menolak keras penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil.
Mereka menilai hal ini berpotensi menghidupkan kembali konsep Dwi Fungsi ABRI, yang pernah memberi peran ganda kepada militer dalam urusan pertahanan dan pemerintahan sipil.
Isu ini mencuat setelah Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya ditunjuk sebagai Direktur Utama Perum Bulog melalui Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-30/MBU/02/2025 pada 7 Februari 2025.
Selain itu, Mayjen TNI Irham Waroihan juga mendapat tugas sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor 1545/XII/2024.
Presidium Badko HMI Jateng-DIY, Sakti Anbiya H, menegaskan bahwa penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 47 ayat (1) dalam UU tersebut menyatakan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
“Polemik ini berpotensi menimbulkan ambiguitas hukum dan tumpang tindih aturan yang berlaku. Maka, kami menolak tegas perwira aktif TNI menduduki jabatan sipil karena akan mengancam supremasi sipil dalam sistem demokrasi,” ujar Sakti pada Jumat (14/3).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa UU yang sama memang mengizinkan prajurit TNI untuk menduduki jabatan tertentu di lembaga yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan, seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Namun, jabatan di sektor ekonomi atau kementerian yang tidak terkait langsung dengan pertahanan tidak termasuk dalam pengecualian tersebut.
Menurutnya, keterlibatan TNI dalam jabatan sipil dapat menghambat reformasi militer yang sudah dijalankan sejak era Reformasi 1998. Kehadiran prajurit aktif dalam birokrasi pemerintahan berpotensi mengganggu mekanisme checks and balances antara militer dan pemerintahan sipil.
“Militer harus tetap fokus pada tugasnya menjaga kedaulatan negara, bukan mengambil peran dalam pengelolaan pemerintahan sipil,” tegasnya.
Sakti juga mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana Dwi Fungsi ABRI di masa lalu menimbulkan berbagai permasalahan dalam demokrasi Indonesia.
Oleh karena itu, Badko HMI Jateng-DIY menyerukan agar pemerintah dan TNI mematuhi aturan hukum yang berlaku serta tidak membuka celah bagi kembalinya peran ganda militer.
“Kami mendesak pemerintah untuk menghormati prinsip supremasi sipil dan tidak melibatkan perwira aktif dalam jabatan yang seharusnya diisi oleh kalangan sipil,” pungkasnya.(day)